Senin, 18 November 2013

Inikah cinta atau...?

"Kamu pikir gampang untuk melupakan semuanya. setelah semua hal manis yang kita lewati. dengan mudahnya kamu bilang lupakan semua. apa kamu pernah berpikir gimana sakitnya perasaanku saat kamu mutusin untuk akhiri semuanya?"

telepon terputus.

Tubuhku terhempas seketika pembicaraan berakhir. Kata-kata terakhirnya masih terus terngiang ditelinga ini.

"Lupakan aku. aku gak pantas untuk kamu perjuangin"

Tau apa kau tentang perjuanganku? Hanya aku yang tau siapa yang pantas untuk ku perjuangkan. Kau tak akan pernah paham sampai kau berada pada posisi ku. Posisi ketika kau benar-benar cinta namun harus menghadapi kenyataan terpaksa melepaskan.

Aku ingin melangkah menuju kursi kecil didekat tempat tidurku, namun kakiku lemah. Ponsel yang menjadi perantara interaksi antara aku dan lelaki itu kini pun tak berada di genggamanku lagi. Aku terkulai kaku dibalik pintu kamarku. Kutekuk kakiku, masih gemetar rasanya. Aku menangis sekencangnya.

"Aku menyayangimu, namun semuanya buatku ga mampu"
Air mata makin deras.

"Maafin aku, aku bukan lelaki yang baik"
Aku menutup telingaku.

"Kamu pantas bahagia dengan dia yang terbaik"
Ah, suara diujung telepon malam itu buatku tak ingin memindahkan tangan dari kedua telingaku.

Aku masih tak mengerti. Sedikitpun. Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. Kucoba memikirkan hal-hal lalu ketika kami masih melalui segalanya bersama. Namun lagi-lagi tetap sama, sedikitpun tak kutemui penyebab apa yang menjadikan kesendirian ini berawal.

"Kamu gak bisa memaksakan semuanya"
Kembali terngiang suara yang tak asing ditelingaku.

"Segala hal yang dipaksakan itu gak kan pernah baik hasilnya"
Lagi dan lagi.

"Lupakan aku. lupakan semua tentang kita. kamu bisa mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dari aku"
Aku menutup kedua telingaku juga mataku.

"Maafkan aku, tapi kamu berhak mendapatkan yang terbaik"

"Cukupppppppp" pekikku.

Kupandangi sekeliling kamar tempatku berdiri saat ini. Tak ada seorangpun disini. Hanya sebuah cermin besar, yang didalamnya terpantul seorang gadis berdiri menghadapku. Wajahnya terlihat lemah, tatapnya hampa, matanya sembab karna terlalu banyak menangis. Gadis itu adalah aku. Aku yang sedari tadi berdiri menghadap cermin yang telah retak karena ulahku. Karena aku lelah, karena aku tak tahan lagi mendengar suara-suara yang tak asing itu terus menggerayangi pendengaranku.

Entah bagaimana caranya, tapi suara itu terus terdengar dan tak henti mengusikku. Air wudlu. segera kubasuh wajahku, kemudian melarutkan diri dalam obrolan bersama-Nya. Mukena yang kukenakan, terasa lembab dibagian bawah daguku. Mungkin karna airmata yang tak henti menetes disepanjang ku menengadahkan tangan dihadapan Tuhan.

Entah apa yang kupikirkan tapi dalam hening malam ini terselip kalimat lirihku pada-Nya. Sajadah merah bata berlukiskan kubah rumah Tuhan yang kini menjadi media tempat berkomunikasi dan menciptakan percakapan khusyukku dengan-Nya turut nenjadi saksi bisu lara ini. Makhluk ciptaan-Nya benar-benar berhasil membuat wajah ini tertekuk lemah.

Entah harus aku anggap apa setiap hal yang kulalui setelah mengenalnya kini. Inikah indahnya, atau skenario tentang cinta paling menyakitkan yang tak sengaja kurasakan.
Entahlah. yang jelas malam ini aku hanya ingin tenang, dan membiarkan diriku lelap beralaskan kain merah bata itu.

Minggu, 06 Oktober 2013

Kepada kau, tamu tak diundang

Assalamualaikum
Untukmu yang entah di mana berada, selamat malam.
Ini aku, gadis yang kau bilang wajahnya masih seperti anak SMA. Apa kabarmu wahai pria dua puluh sembilan maret lalu?
Malam ini, ketika mataku hampir tertutup tak sanggup menahan kantuk, tiba-tiba saja ponsel di samping kiri bantal tempatku meletakkan kepala ini bergetar. Hatiku bertanya, "Siapa sih orang yang menghubungiku selarut ini?"

Awalnya aku ogah-ogahan, kuraih ponsel itu. Namun tubuhku bergetar hebat seketika melihat ternyata namamu yang muncul di layar gadget miniku itu. Ujung kaki hingga rambutku seperti disengat listrik 220 volt saat ini. Kau tahu kenapa? Karena hampir tak percaya itu adalah kau. Penyebab lampu pada layar ponselku menyala. Ya, Tuhan... rasanya aku tak bisa menggerakkan tubuhku saat ini.

Kepada kau, tamu tak diundang yang berani masuk dalam hidupku :)
entah bagaimana caraku untuk mengatakannya, bahagia ini benar-benar tak bisa kulukiskan. Ketika aku menekan tombol answer pada touchscreen miniku itu.

"Hei, apa kabar?" ucapmu lirih.
"Masih boleh kah aku menghubungimu?"
"Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?"
"Aku tak mengganggumu, kan?"

Senangnya aku dapat mendengar suara mu yang slalu menenangkanku itu lagi. Sudah lama rasanya aku tak berbincang denganmu.

Kepada kau, suara di ujung telepon malam ini. Aku bahagia :) meski aku tak sempat menjawab pertanyaan darimu itu, karena pada saat ini lidahku kaku dan sinyalpun jua tak bersahabat. Namun aku sungguh bahagia :)
Kau tahu? Ketika kau menanyakan kabarku lagi, hatiku tak hentinya mengucap syukur pada Tuhan.

Kepada kau penyebab penantian di ujung malam-malamku kini, thanks for tonight. Tak kurang dari satu menit dua puluh empat detik baru saja, tak mengapa. Itu tak membuat hatiku murung. Aku berharap, ini menjadi awal yang baik untuk semuanya.

Kepada kau yang (pernah) dan (masih) ada dihati ini, terima kasih untuk waktu yang kurang dari sepertigapuluh jam malam ini. Semoga Allah menunjukkan jalan untuk 'kita' yang (belum)  berakhir. Untuk 'kita' yang (sebenarnya) masih berjuang dalam doa. Terima kasih karena malam ini. Lewat doa, aku titipkan rindu ini, melalui Sang Illahi menujumu yang ada di kota sebrang.

Kepada kau, pria dua puluh sembilan maret lalu, dalam sunyinya malam ini, dalam lirih suara di ujung telepon tadi, aku merindukanmu (lagi).

Tears!


Sabtu, 14 September 2013

Dwitasari :): Jalan Pulang Untuk Rindu

Dwitasari :): Jalan Pulang Untuk Rindu: Langit Kelabu di sinar mataku, 1 Februari 2012 Untukmu, yang mungkin telah melupakan aku Surat ini khusus kualamatkan ke rumah hatim...

Kamis, 12 September 2013

Cerita pada Tuhan



Hei, Kau! Masih ingat dengan aku? Tentu saja Kau tak pernah melupakanku. Huh, bodohnya aku. Harusnya aku tak bertanya seperti itu pada-Mu. Siapapun tau, Kau Maha Segalanya, Kau Maha Mengetahui.

Ini aku. Masih sama seperti dua puluh tahun yang lalu. Bedanya, dulu aku tak mengerti dengan segala hal, tapi kini... Kini aku telah mengetahui berbagai persoalan.

Hei, ini aku! Aku, korban hukum alam-Mu. Tak seperti enam belas tahun yang lalu ketika aku hanya bisa terbaring kaku saat dunia berlaku kejam terhadapku. Kini aku telah dapat membedakan mana ketika semesta tengah menertawakanku atau mungkin ketika jagat raya tengah memeluk jiwaku. Kini aku bisa merasakan, saat dewi fortune sedang berpihak menyemangati hasratku yang hampir mati.

Hahhh, mungkin kedengaran lucu, iyaaa sangat lucu. Pernahkah Kau dengar, seseorang yang hanya tau tanpa sadar rasanya tertawa lepas tanpa beban itu seperti apa dan itu terjadi hanya ketika dia melihat dan memberi salam pada dunia untuk pertama kalinya? Kau pasti sangat tau itu. Iya, karena orang itu aku. Hahaha

Masih jelas dalam ingatan ini ketika kedua pahlawanku menatap ku dengan penuh harap, tersenyum dengan tatapan berbinar-binar karena bangga memiliki aku. Itu, itu saat yang sangat tak ingin kulupakan. Kini aku merindukannya. Aku rindu, aku rindu. Rindu merindukan tawaku. Kapan itu terjadi lagi? Moment itu yang kuinginkan. Aku mau, aku ingin, aku mau menginginkan itu.

God, I still here. Look at me!
Aku bagian dari hukum alam-Mu. Jika Kau melihatku saat ini, dengarkanlah aku. Dengarkan senandung lirih yang sedang berdendang dalam laraku. Aku rindu dekapan-Mu.

Aku tau, cukup paham akan aku. Bukan kertas putih seperti ketika aku berkenalan dengan semesta-Mu dulu, seperti ketika ragaku mulai bersentuhan dengan elemen-elemen au tentu tak mungkin lupa. Aku masih bagian dari dzalim semesta-Mu, kebiadaban makhluk ciptaan-Mu. Kau tak mungkin lupa, karena Kau tak merasakan amnesia.

La la la la laaa
Kau dengar itu? Akan kucoba lagi.
La la la la laaa
Sudahkah Kau mendengarnya?
Gelombang bunyi dari alam bawah sadarku. Aku sedang bernyanyi. Batinku melantunkan gita nan lirih. Tak miriskah Kau mendengarnya?

Hei, Kau! Tuhan semesta alam. Sang Pencipta, penulis skenario kehidupan. Bisakah Kau hapuskan sedikit saja tentang lara beruntunan dalam kisahku? Mungkinkah kau mengubahnya menjadi:
Aku adalah seorang gadis pemimpi yang akan menjemput bahagianya dengan ketulusan dan caranya sendiri.

atau mungkin seperti ini:
Aku bak seorang putri raja yang hidup di istana nan indah, dengan gelak tawa dan senyum manis ditiap hariku kini dan tinggal menunggu Sang pangeran sampai lalu membawaku pergi ke dunia yang lebih berwarna.

Bisakah Kau merubahnya sedikit? :) Hihihi, konyolnya aku ini. Maaf kalau terdengar muluk-muluk khayalan ini. Tuhan, aku tau Kau selalu punya rencana indah dibalik tiap air mata tiap makhluk yang Kau ciptakan. Aku tau, hanya kesabaran juga yang bisa menuntun tiap hamba-Mu ke skenario paling indah itu. Tapi kini, bolehkah kali ini aku meminta? Tunjukkan aku sedikit saja kisi-kisi jawaban dari setiap ujian yang Kau berikan. Agar aku bisa menemukan pintu menuju kebahagiaan itu.

Sungguh aku benci ketika aku harus mengunci pintu  kamar dan membiarkanku menyudut dibaliknya. Aku benci saat malam datang, aku ingin lelap dalam tidurku dan suara rinai hujan mengusik pendengaranku. Aku benci ketika aku harus merelakan bening itu bergulir jatuh dari dekat mataku mengalir di atas pipiku. Aku benci ketika itu, saat aku harus mengikhlaskan apa yang tak ingin kurelakan. Aku benci ketika diriku terlihat lemah. Sungguh.

Hei, Kau! Lihat aku. Tatap aku. Ini aku gadis itu. Enam belas tahun telah berlalu, namun semuanya masih tetap sama. Tak bisakah aku meminta sedikit perubahan. Tolong update ceritaku. Aku rindu, aku rindu. Aku rindu merindukan itu. Tuhan, dekap aku, rangkul aku sebentar saja. Agar aku dapat merasakan bagaimana lelahnya aku. Kini aku tak mampu. Kini aku tak seperti bongkahan batu. Maaf, aku mulai tak bisa menjaga percaya-Mu. Percaya-Mu akan mampuku.

Hei, Kau! Ini aku, sehelai kain penuh lumpur. Pantaskah? Bolehkah aku meminta? Sekali lagi aku mau, aku ingin, aku mau menginginkan senyuman, simpulpun tak mengapa asal itu bisa menenangkan. Masih dapatkah aku merasakannya? :'(


Teruntuk Kau Sang Khalik-ku, aku rindu.
Aku rindu merindukan dekapan-Mu.

Dalam malam,
Ketika lolongan anjing terdengar mencekam,
Saat aku rindu..

Minggu, 08 September 2013

Sabtu, 07 September 2013

Dwitasari :): Sepotong Senja Untuk Mantanku*

Dwitasari :): Sepotong Senja Untuk Mantanku*: “Bagas, Lintang, Langit, Laut! Itulah nama anak-anak kita.” ucapmu semangat, dibalut senyum yang mengembang di sudut bibirmu. “M...

Rabu, 04 September 2013

Hei, kau! Aku merindukanmu.


Malam ini, ketika aku terbaring dibawah cahaya lampu temaram, aku mulai menulis lagi. Bersama senandung lirih yang terdengar dari gadget yang sedang kupegang, aku mulai bercerita. Malam ini detik kesekian kalinya aku mengingatmu. Mataku lagi-lagi tak dapat terpejam. Bayangmu kembali mengusik pikiranku. Lagi-lagi aku meluruhkan air mata hanya untuk sesuatu yang sia-sia.
 
Malam ini ketika rembulan hampir menutup mata, aku masih terjaga. Lembabnya dinding kamar makin terasa. Longlongan anjing mulai terdengar namun tetap saja mata ini masih terjaga.


Malam ini ketika suara dengkuran katak terdengar seperti meminta hujan, ketika gemuruh memekik menakutkan, ketika angin mulai bertiup kencang, aku memikirkanmu. Sosokmu begitu mengerikan. Hingga hampir tiap malamku terusik karena memikirkanmu.


Malam ini, aku sadar. Cinta ini telah menggunung. Rindu ini telah melangit. Hasrat ini begitu meluap-luap seperti air yang baru saja mendidih. Itu untuk kau. Hanya untuk kau, orang yang tak pernah sadar.


Mengapa aku begitu mencintaimu, sosok yang tak pernah menghargai akan arti ketulusan. Harusnya ini tak terjadi. Kalau saja, ya seandainya saat itu aku bisa lebih menjaga jarak dengan kehadiran hasrat mengerikan yang bisa membuat mati insan yang merasakannya. Cinta.


Taukah kau betapa kau makhluk terindah yang pernah ku temui tetapi juga makhluk terkejam yang aku tau. Kau datang, menetap kemudian pergi menghilang tanpa pesan. Kau tarik ulur hati ini sesukamu. Kau jadikan aku bonekamu. Ya, boneka yang bisa sesukamu kau permainkan. Apa kau pernah berpikir bagaimana sulitnya menjadi aku? Haaah, kau tak pernah memikirkan itu. Karena kau tak punya akal sehat.


Hei, kau. Harus dengan cara apa agar kau mengerti tentang rasa ini. Harus berapa ribu kali aku katakan, harus berapa ratus kali aku teriakkan, kalau aku cinta. Apa aku harus berlutut agar kau terenyuh. Malamku kini tak pernah benar-benar tenanng. Kau, kau dan hanya kau  yang muncul tiap kali aku menutup mata.


Ngilu, kembali kurasakan nyeri tepat diulu hati ini. Ternyata memang benar, seberapa kerasnya aku berusaha untuk bangkit, seberapa kokohnya pun raga ini melakukan pemberontakan, seolah-olah tegar, pada akhirnya aku benar-benar tak mampu menyembunyikan, aku benar-benar tak mampu.



Hei, kau!

Malam ini aku merindukanmu.

Kamis, 29 Agustus 2013

Untuk pertama kalinya tanpa memilikimu


Dentang jam kembali berbunyi. Kali ini dia berbunyi sekitar empat kali. Hmm, itu artinya ini sudah memasuki pukul 04.00. tapi mataku tak jua kunjung terpejam. Entah apa yang membuatku malam ini kembali sulit untuk tidur. Otakku, sepertinya kepalaku ini lagi-lagi terkontaminasi oleh pikiran tentangnya. Engkau lelaki yang dua puluh Sembilan maret lalu mengubah alur cerita hidupku. Skenario yang begitu indah seakan tertulis begitu saja ketika kau datang. Pria bermata agak sipit, kulitmu juga tak terlalu putih, hidungmu agak besar dan beberapa jerawat tumbuh diwajahmu. Kuakui parasmu tak begitu mempesona, namun entah mengapa  darah ini seperti kembali mengalir setelah lama beku ketika kau hadir. 

Aku masih ingat saat pertama kali kita bertemu dalam dunia nyata. Saat itu mata kita beradu pandang. Lucu sekali waktu itu. Wajahmu yang innocent, pipimu terlihat memerah ketika aku memintamu duduk diteras depan rumahku. Ah andai saja itu terulang. Sayang itu tak mungkin terjadi. ‘Kita’ diantara aku dan kamu itu memang telah berakhir.


Entah kenapa aku begitu mencintaimu. Aku juga tak mengerti. Kau tak sempurna, namun cinta yang kau berikan untukku terasa begitu menghujam jantung ini.


Ini kali pertamaku. Aku tak berharap sedikitpun merasakan ini lagi. Tidak untuk romansa kehidupanku nanti. Kau berhasil menipuku mentah-mentah. Pelangi indah yang kau ciptakan dihari-hariku, ternyata dengan mudahnya kau sulap menjadi mendung. Aku tertipu, tapi tetap saja tak mau peduli. Rasa yang kumiliki terhadapmu begitu dalam, hingga memunculkan toleransi hidup yang besar terhadapmu. Engkau, memang benar-benar tamu yang tak pernah kuundang namun kaulah yang berhasil membuat kesan menakjubkan dihidupku.


Ingatkah kau, percakapan kita tempo hari. Waktu itu kau bertanya padaku:

“Apakah kau benar mencintaiku?”

aku jawab, “Sungguh aku mencintaimu”

lalu kau kembali bertanya “Sedalam apa?”

aku menjawab lagi, “Kau bisa lihat aku saat ini, kau bisa menilainya dari perlakuanku padamu” kemudian aku tersenyum padamu.


Kau ingin tau sedalam apa aku mencintaimu? Kalau kau pernah menyelami lautan Hindia, mungkin lebih dalam dari itu. Aku juga yakin, kau tau seberapa besar kau mencintai dirimu sendiri dan kupastikan cintaku melebihi besarnya cintamu itu. Sungguh aku tak paham, perasaan ini membingungkan. Ketika aku terlalu lelah untuk bertahan namun aku juga terlalu sakit untuk melepaskan, cinta.


Dentang jam berayun lima kali. Bersamaan dengan lantunan adzan subuh yang berkumandang, membuatku tak kuasa meluruhkan beningnya dipipi ini. Tentu saja buat aku makin tak paham. Tiba-tiba ada rasa sesak yang sangat kurasakan disebelah kiri dadaku. Hampir saja napasku terhenti rasanya. Fajar kini mulai menyingsing ditengah kesakitanku. Semilir angin lirih, mewakili segala isi hatiku.


Aku begitu merindukanmu, merindukan dekapan yang slalu merelakanku terlelap didalamnya. Aku merindukanmu, pria dua puluh Sembilan maret lalu. Hari ini tepat ketika Sang Surya keluar dari peraduannya, untuk pertama kalinya tanpa memilikimu “Selamat tanggal dua puluh Sembilan kelima, pangeran senjaku”

Sabtu, 17 Agustus 2013

25 Hari Berlalu




Tuhan, lagi-lagi ini terjadi. Ketika aku benar-benar terpuruk, menangisi semuanya sendiri, aku mulai menulis lagi. Ya, slalu ini dan memang hanya ini yang bisa aku lakukan, ketika sgala cara tak membuahkan apapun.

Aku tak tau harus memulai bercerita darimana. Mungkin dari sini, ya malam ini, tepat 25 hari yang lalu setelah kejadian itu. Kejadian yang tak pernah terpikirkan olehku. Ketika pria yang usianya terpaut hanya 2 tahun denganku itu memutuskan untuk mengakhiri segala yang telah terjalin diantara kami. Ketika pria itu memintaku untuk melupakan semuanya, semua hal. Ini tepat 25 hari, ‘kita’ diantara aku dan dia itu telah usai.

Sungguh aku tak pernah benar-benar mengerti apa maksudnya. Dia memulai semuanya. Makhluk asing yang tiba-tiba muncul tanpa ku undang masuk dalam kehidupanku. Makhluk ciptaan-Mu yang beberapa bulan belakangan membuat sgalanya berubah. Dia membuat sgalanya terasa begitu indah untukku. Pria itu, membuatku melayang, terbang setinggi-tingginya. Dia yang tiba-tiba datang, membawa ku merengkuh awan, membawaku nyaris menembus langit ketujuh. Malam ini, perasaan yang sama masih kurasakan. Rasa yang 25 hari ini tak benar-benar ku pahami. Ketika semua manusia mencemoohnya, ketika semua orang memakinya, meludahi mukanya, aku masih tetap menutup telingaku rapat-rapat. Aku tak mengerti apa yang aku rasakan ini. Aku sadar, aku tau, tapi aku tak mau membuka mataku.

Aku sangat tau sgala kejahatan yang dia lakukan, segala kemunafikan yang ada padanya. Tapi tetap saja aku tak mau peduli. Entah kenapa, hatiku mengatakan, entah kenapa hatiku percaya dia itu orang yang baik. Semua hal yang aku lewati bersamanya beberapa bulan belakangan itu cukup membuatku merasa kalau dia memang baik.

Entah kenapa, malam ini hatiku bergejolak. Rindu ini seakan tak bisa lagi untuk tertahan. Aku ingin memeluknya, aku ingin berada dalam dekapannya, menumpahkan sgala hasrat yang kupendam. Tapi bagaimana caranya? Huh, hanya menangis dan menangis yang dapat kulakukan, ketika membaca pesan singkat yang aku terima baru saja darinya.

‘lupakan aku, jangan pernah ganggu atau mencaritahu tentang aku lagi. Aku sudah cukup bahagia dengan kehidupanku saat ini’
Aku merasakan jemariku seperti tak dialiri darah lagi saat ini. Aku tak mengerti apa maunya sebenarnya. Dia datang, memberikan banyak warna dalam hidupku. Menyadarkanku akan keindahan dunia-Mu yang hanya bisa dirasakan oleh ketulusan hati, Tuhan. Dia menyelamatkan hidupku, yang saat itu hampir mati. Dia menorehkan senyum diwajahku. Tapi kenapa, kini dia juga yang membuat airmata ini selalu menetes. Dia juga yang membuat pipiku slalu basah. Sadarkah dia, disini aku sungguh terluka.  Disini aku masih bertanya-tanya. Oh Tuhan, aku tau, dalam setiap pertemuan itu slalu ada perpisahan menyertainya. Tapi haruskah secepat ini? Pria itu, dia datang padaku tanpa penjelasan, mencuri hatiku, mencuri tiap waktu yang aku miliki, menjalani semua bahagia bersamaku.

Dan malam ini , tepat 25 hari dia mengakhiri sgalanya. Tepat 25 hari lalu, ketika dia mengatakan padaku ‘ada hal yang tak perlu diungkapkan tapi cukup untuk dimengerti’

Rabu, 07 Agustus 2013

Dwitasari :): Memilih Pergi dan Berhenti

Dwitasari :): Memilih Pergi dan Berhenti: Aku menghampirimu dengan beberapa buku di genggaman jemariku. Buku-buku mengenai keajaiban-keajaiban yang dilakukan Yesus, mengenai khotbah...

Selasa, 06 Agustus 2013

Dwitasari :): Sama Saja

Dwitasari :): Sama Saja: Kamu datang membawa banyak harapan, membawa banyak janji lewat bisikan. Kauhangatkan hatiku yang dingin dengan sesuatu yang kausebut cinta....

Kamis, 02 Mei 2013

Cinta itu...

Cinta itu
Dimana dalam suatu hubungan
Terdapat banyak kesamaan
Yang buat kita saling memahami
satu sama lain.

Dan di sempurnakan oleh
perbedaan yang membuat semua
semakin menyatu.

dalam senja,
ketika aku menemukannya pada ponsel kesayanganku

Kamis, 25 April 2013

Judulnya "Kamu"

Yang cerewet itu
"kamu"
Yang buat aku ketawa ya itu
"kamu"
Yang buat aku bahagia
"kamu"
Yang buat aku semangat
"kamu juga"
Yang buat aku mengenal arti cinta
Eh "kamu lagi"
Yang buat hariku berwarna
"kamu"

Semua yang indah itu ada di
"kamu"

Kamu, iya kamu
Kamu yang udah buat perasaan aku itu cuma mentok di
"kamu"

Aku sayang "kamu"
:D
:D



dalam senja,
ketika aku menemukannya pada ponsel kesayanganku

Senin, 15 April 2013

.

Ada hal yang tak perlu diungkapkan tapi cukup untuk di mengerti :')

Selasa, 09 April 2013

You

Terdengar freak namun inilah adanya.
Ketika embun mulai berwujud, semilir angin fajar menggelitik telinga, aku mulai memikirkanmu. Ketika surya mulai terik, aku masih memikirkanmu. Saat senja berganti malam, kucoba menepis semua hasrat, tapi apa? Sayup kudengar angin meniupkan namamu. Aku tetap memikirkanmu. Hingga fajar kembali, semuanya masih sama. Aku memikirkanmu. Tuhan, kini aku sadar aku jatuh cinta, mencintai makhluk ciptaan-Mu yang kini hadir disetiap detikku.